Forgetting You.
- cloudsans
- Oct 3, 2024
- 3 min read

Setiap detik yang berjalan tidak terasa apa-apa, tidak ada kenangan lagi. Setelah ini semua berakhir, harus bagaimana aku menjalani hidupku selanjutnya?
“Ingatlah, bahwa aku akan selalu mengingat perasaan ini.”
Sekali saja, aku ingin mendengarmu meminta maaf karena sudah membuat aku menunggumu. Seharusnya kau tidak melakukan itu karena kenyataan bahwa kau hanyalah sebatas mimpi saja sudah sangat menyakitkan. Aku ingin sekali membencimu. Tapi, setiap kali aku berpikir begitu, kau akan selalu mebawaku kembali ke titik dimana hanya ada kenangan bahagia tentang kau dan aku.
“Bisakah kau menungguku? Aku akan kembali padamu, kau tahu itu kan?”
Berpikir bahwa mungkin aku akan bertemu lagi denganmu, bagaimana jika waktu benar-benar bisa terulang, sama seperti perasaan itu; kebahagiaan, dan kenangan menyakitkan.
“Kau seperti mimpi. aku bisa mengingat perasaan ini bahkan di dalam mimpi.”
Perasaan sakit, bahagia, takut, marah, kenangan tentangmu pernah menjadi bagian penting didalamnya. Tapi saat ini, aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku ingin membencimu. Tapi, aku juga ingin mencintaimu… Lagi.
“Hentikan. Jangan bicara apapun lagi. Aku mengerti dan tolong… jangan lagi berbohong. Karena aku tahu pada akhirnya kau harus pergi, dan akulah yang akan mengucapkan selamat tinggal terlebih dahulu.”
Seperti takdir yang tidak pernah kita tahu akan bagaimana, cerita tentang kitapun sama seperti hujan yang tidak perduli akan jatuh dan berakhir dimana. Satu langkahpun tidak bisa lagi terlihat jejaknya. Sekeras apapun aku mencari arah tentang kemana kenangan tentang kita, takdir sudah menghapusnya.
“Jangan menangis lagi. Aku sudah mengatakan semuanya yang ingin aku katakan. Sekaranglah saatnya, selamat tinggal.”
Satu langkah, dua langkah, perlahan semakin jauh dan kau akan segera menghilang. Bukankah dari awal aku tahu kalau semua ini hanya seperti satu garis kecil? Satu garis yang meniadakan ruang tentang aku dihatimu.
“Ini yang terlakhir kalinya, tolong… dengarkan aku.”
Aku bahkan tidak bisa mendengar kenanganmu lagi. Sudah tidak ada lagi kenangan tentang suaramu yang terekam di otakku, tidak tahu bagaimana suaramu saat memanggil namaku. Sudah pudar bagaimana setiap lekuk wajahmu, jauh sekali bayangan tentang semua senyum yang aku rindukan itu.
“Kau tahu betul cinta seperti apa yang aku berikan. Aku ada disini, dan seperti itulah semua kebohongan ini dimulai.”
Bagaimana ini? Aku harus bagaimana? Kalau aku memejamkan mataku, seharusnya aku bisa melakukannya kan? Lalu kenapa sekarang yang tersisa hanya bayangan hitam dan tidak pernah sedetikpun memunculkan siluet dirimu lagi?
“Maaf. Maaf telah membuatmu menangis.”
Aku membencimu… Sudah seharusnya aku mengatakan itu. Bodohnya, hanya ada satu kata yang bisa keluar dari bibirku. Aku mencintaimu.
“Karena itu, jangan tanyakan bagaimana kabarku nanti. Aku akan bahagia, meskipun kau tidak ada.”
Tersenyum. Entah karena aku tidak bisa mengingat wajah dan suaramu lagi, atau karena aku telah membiarkan diriku yang kalah? Aku tidak perlu lagi berpura-pura atau bersikeras untuk terus menyimpan rasa itu. Karena pada kenyataannya, satu persatu kenangan tentangmu hilang. Sedikit demi sedikit aku sudah memaafkanmu. Karena dengan begitu, mungkin suatu saat nanti kenangan tentangmu akan menghilang seluruhnya. Selama-lamanya.
“Aku tidak apa-apa hanya hidup dengan kenangan tentangmu. Sekarang lihat aku. Kita pernah menghabiskan waktu bahagia saat bersama. Ingat itu.”
Tapi hari ini, hanya ada satu hal yang ingin aku lakukan. Aku hanya ingin mengingatmu, aku hanya ingin tahu bagaimana rasanya rindu.
“Aku suka mendengar suaramu. Aku akan merekamnya di dalam otakku, karena jika suatu saat nanti aku rindu, aku bisa dengan mudah memutarnya kembali.”
“Lalu bagaimana kalau kau merindukan wajahku?”
“Tentu saja aku juga akan melukisnya dengan sempurna disitu. Kau tidak perlu khawatir, karena aku tidak mungkin melupakan apapun tentangmu."
“Ah… sepertinya aku sudah berhasil membuatmu sangat menyukaiku.”
“Apa aku harus berterimakasih untuk itu?”
“Tidak. Aku yang seharusnya mengatakan itu. Terimakasih… terimakasih sudah menjadikanku seseorang yang sangat berarti.”
“Terimakasih juga… untuk membiarkan seseorang sepertiku merasakan kebahagiaan besar darimu.”
Salah. Semua itu salah. Tidak perlu lagi berharap untuk bisa memutar waktu demi mendapatkan semua kenangan tentangmu kembali. Untuk apa aku melakukannya jika aku sudah berhasil membuangnya sejauh ini? Bukankah ini yang aku inginkan?
Seseorang sepertiku… Tidak akan lagi perduli rasa rindu. Lalu, apa kau tahu bahwa aku sudah melupakan cara untuk merindukanmu lagi? Sejak awal perasaan ini sudah salah, sama seperti takdir itu.
Bertemu denganmu, merasa bahagia, dan menghadapi berbagai macam kenyataan menyakitkan saat kau pergi, sampai pada akhirnya aku harus terpuruk karena merindukanmu.
Kau salah sudah membiarkan seseorang seperti aku menjadi bagian dari hidupmu.
Kau tahu itu?
“Tidak, kau tidak pernah benar-benar tahu.”
—cloudsans
28 November 2016 / 01:14
Comentários